Selasa, 03 Juni 2014

Kota Tebing Tinggi

Letak Geografi Kota Tebing Tinggi

 

Lokasi Sumatera Utara Kota Tebing Tinggi.svg 


Menurut Data Badan Informasi dan Komunikasi Sumatera Utara, Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu pemerintahan kota dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan (Ibu kota Provinsi Sumatera Utara) serta terletak pada lintas utama Sumatera, yaitu menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera melalui lintas diagonal pada ruas Jalan Tebing Tinggi, Pematangsiantar, Parapat, Balige dan Siborong-borong.

Sejarah Berdirinya Kota Tebing Tinggi 

 

 Lambang Kota Tebing Tinggi.png

KOTA Tebing Tinggi berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan – Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kota yang dikelilingi perkebunan milik PTPN III, IV dan Socfindo. Merujuk makalah berjudul “Kertas Kerja Mengenai Pokok-Pokok Pikiran Sekitar Hari Penetapan Berdirinya Kotamadya Daerah Tingkat II Tebing Tinggi”, kemudian dijadikan sebagai Perda yang menetapkan bahwa awal berdirinya Kota Tebing Tinggi adalah 1 Juli 1917.

Sejarah berdirinya Kota Tebing Tinggi dapat pula kita ketahui dari sebuah memori Tuan J.J. Mendelaar, mantan Voorzitter Don Gemeenteraad Tebing Tinggi, yang bila diterjemahkan secara bebas berbunyi : “Setelah beberapa tahun dalam keadaan vacum mengenai perluasan pelaksanaan desentralisasi, maka pada tanggal 31 Juni 1917 berdirilah Gemeente Tebing Tinggi dengan Insteling Ordonantie Van Staatsblad 1917 nomor 282, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1917.

DATUK BANDAR KAJUM


Riwayat menceritakan, bahwa ada seseorang dari Bandar berpuak Simalungun bernama Datuk Bandar Kajum meninggalkan kampungnya melawat ke daerah Padang, bersama-sama keluarga dan pengikut-pengikutnya, karena diserang kerajaan lain.

Mula-mula mereka menempati sebuah kampung yang bernama Tanjung Marulak diwilayah Tuan Rambutan – daerah Kebun Rambutan. Di Tanjung Marulak inipun mereka mendapat serangan dari Kerajaan Raya, kemudian Datuk Bandar Kajum (marga Damanik) mencari tempat tinggal di atas dataran tinggi di pinggir sungai Padang.
 
Bersama dengan beberapa pengikutnya Datuk Bandar Kajum mendirikan rumah dan kampung yang di pagari dengan kayu yang kokoh di Tebing tepi sungai Padang, dibuatnya tempat pertahanan gunanya untuk menahan serangan musuh kalau datang menyerbu kampungnya. 

 Pada suatu ketika puluhan orang dari Raya datang menyerang kampung Datuk Bandar Kajum, melihat musuh yang datang, seluruh keluarga Datuk Bandar Kajum dan orang-orang di kampung itu melarikan diri mengungsi ke kebun Rambutan.

Diceritakan, Datuk Bandar Kajum memperoleh bantuan dari administratur kebun Rambutan, sehingga Datuk Bandar Kajum dapat mengalahkan orang-orang dari Raya dan pimpinan pasukannya dapat ditawan. Kemudian Datuk Bandar Kajum dan keluarganya bersama pengikut-pengikutnya kembali ke kampung yang telah dibangunnya, di dataran tinggi pertemuan sungai Padang dan sungai Bahilang. Di tempat itu pernah dibangun pelataran tempat sampan berlabuh dan tempat sampan ditambatkan.

 Tempat itu kemudian terus berkembang menjadi tempat pemukiman dan pemakaman Datuk Bandar Kajum dan keluarga serta pengikut-pengikutnya. Itulah asal usul Kota Tebing Tinggi yang sekarang disebut Tebing Tinggi Lama.

KERAJAAN PADANG       

   
Jauh sebelum kedatangan Datuk Bandar Kajum, di Tebing Tinggi dan sekitarnya telah berdiri kerajaan Padang. Bahkan Datuk Bandar Kajum di-Datuk-kan oleh Kerajaan Padang dimasa Raja Goraha memerintah. Kerajaan Padang adalah kerajaan Melayu yang berakar dari clan Saragih Dasak puak Simalungun.
 
Mengikuti silsilah Saragih Garingging, Saragih Dasalak dimulai dari putra Raja Nengel yaitu Tuan Mortiha. Menurut ‘Turiturian’ yang lain Dasalak adalah nama, Yaitu berita Raja menemukan seorang bayi di atas rumpun Bambu saat sedang berburu ke hutan, yang disebut juga “Jolma napultak humbai buluh”. Lalu anak bayi itu diberi nama : Dasalak lahir tahun berkisar 1690, selisih umur 1 tahun dengan Raja Bolon. Permaisuri sangat sibuk dengan pekerjaan mengurus kedua bayi yang masih kecil itu, walaupun dibantu dengan kalangan istana.

Pertumbuhan kedua anak itu berjalan dengan baik,terlihat kemiripan mereka seolah olah kembar, karena kecerdasan dan perawakan mereka hampir sama. Sejak berumur 9 tahun kedua anak itu masing2 diberikan permainan Gasing. Raja Bolon diberi Gasing yang terbuat dari emas,sedangkan si Dasalak terbuat dari perak. Dengan demikian,dari jauh sudah bisa dibedakan yang mana Raja Bolon dan yang mana Dasalak.
Di kisah lain Dasalak bermula dari “Mardawam Begu” (hubungan semarga hingga melahirkan anak) oleh Raja Nengel.

Dari sinilah muncul Kerajaan atau pun Kejeruan Padang di Tebing Tinggi sekitarnya. Bahkan WHM Schadee dalam Geschiedenis van Sumatra’s Ooskust, deel I (Sumatra Instituut Amsterdam 1918) hal 104, bahwa terjadi ceritera pada suatu tahun Kesawan dirampas oleh Kejeruan Padang. Turunan kelima dari Kejeruan Padang ini bernama Panglima Amal. Sedang Panglima Amal ini menjadi Sultan dengan akta Sultan Siak pada 8 Maret 1814. John Anderson saat berkunjung ke Deli pada 1823 juga bertemu dengan Panglima Amal yang telah menjadi Sultan.

Jika dikatakan bahwa Kesawan pernah dirampas Kejeruan Padang, yang turunan kelimanya adalah Panglima Amal, kita hitung saja satu generasi adalah 30 tahun dengan patokan tahun eksiistensi Panglima Amal adalah 1814, maka 1814 – (5 x 30) = 1664. Jadi berkisar tahun 1664 Kejeruan Padang di Tebing Tinggi sudah ada dan sudah dikenal. Kita tidak menemukan nama kejeruan Padang seperti penjelasan WHM Schadee, selain Padang di Tebing Tinggi sekitarnya ini.

Menurut penuturan orang-orang tua tempatan, berbagai rujukan dan catatan Putra Praja (1-1-1964), kisah Kerajaan Padang di Tebing Tinggi dimulai dari Raja:


  1. Tuhan Hapultakan (dikenal juga dengan nama Tuan Oemar Baginda Saleh Komar)
  2. Marah Sudin
  3. Raja Saladin
  4. Raja Adam
  5. Raja Syahdewa
  6. Raja Sidin
  7. Raja Tebing Pangeran (1806-1823)
  8. Marah Hakim (Raja Geraha 1823-1870)
  9. Maharaja Muda Haji Muhammad Nurdin (Wazir Negeri Padang 1870-1914)
  10. Raja Alamsyah (1928-1931)
  11. Raja Ismail (1931-1933)
  12. Raja Hassim (1933-1946)

Tuhan Hapultakan (dikenal juga dengan nama Tuan Oemar Baginda Saleh Komar) yang ber-’Pamatang’ di Bajenis – Tebing Tinggi. Tuhan Hapultakan – Saragih Dasalak gelar Tuan Oemar Baginda Saleh Komar memiliki 4 putra yaitu Marah Ledin, Marah Sudin, Marah Alimaludin, Marah Adam; serta seorang putri, yaitu Puang Jaenap. Setelah Tuhan Hapultakan – Saragih gelar Tuan Oemar Baginda Saleh Komar mangkat, abad 16, Raja beralih kepada Marah Sudin. Marah Alimaludin memperluas wilayah di sekitar Pabatu hingga watas Dolog Marlawan. Putra Marah Sudin, yaitu Marah Saleh Safar membentuk wilayah Mandaris hingga watas Tanjung Kasau. Putra yang lain, Sutan Ali menguasai wilayah Bulian. berikutnya beraja pula Tuan Marah Saladin yang terpusat di Bulian. dizamannya terkisah banyak jejayaan, meski umur beliau tidak panjang. Setelah itu dirajakan Marah Adam, dan 1780 berganti ke Syahdewa, selanjutnya Raja Sidin, Raja Pangeran. Dizaman Raja Pangeran dan dibantu Raja Syahbokar ini, saudara-saudaranya dari Saragih Garingging banyak berdatangan untuk berdagang di Tebing Tinggi, seperti berdagang Getah Balata dan lainnya. Dizaman ini pula dibangun pelabuhan armada laut di Bandar Khalifah. Karena Kerajaan Padang yang berpusat di Bulian – Tebing Tinggi menjadi makmur, Deli mulai ingin mengadakan ekspansi. Raja Pangeran & Syahbokar memanggil garis turunan Raja Bolon – Saragih Garingging, yang dikenal Parmata (memiliki ‘kemampuam linuwih’ ) yaitu Putra Tuan malayu, yaituTuan Jaamta untuk membantu beliau mengatasi upaya ekspansi Deli.

 Deli dengan bantuan Bedagai melakukan penyerangan, yang juga melibatkan Panglima Daud, seorang bangsawan ksatria berdarah Bugis. Raja Padang menugaskan Tuan Jaamta Malayu untuk memimpin perlawanan. Tuan Jaamta yang Parmata ini memimpin peperangan hingga Deli & Bedagai sebagai sekutunya sangat kewalahan. Peperangan yang dipimpin Jaamta Malayu itu hingga ke wilayah dekat Penggalangan. Deli kalah telak hingga wilayah itu banjir darah; ibarat sungai dengan darah kering yang menghitam, hingga tempat itu selanjutnya lebih popular disebut Bah Birong (kini disebut Sei Berong – pinggiran luar Tebing Tinggi) Usai perang tersebut Raja Raya memanggil kembali Jaamta Malayu. Kesempatan ini dimanfaatkan Deli untuk menawarkan musyawarah damai kepada Raja Pangeran . 

Raja menyanggupi, dan perundingan disepakati di daerah Bandar Khalifah. Sesampainya di Kampung Juhar – Bandar Khalifah, ternyata Panglima Daud sudah menghadang dan menghunuskan Keris ke perut Raja Pangeran. Saat itu pula Raja Pangeran tewas. Diceritakan bahwa Keris yang dipakai untuk membunuh Raja Pangeran adalah keris leluhur Saragih Dasalak yang dicuri Panglima Daud saat ia masih berhubungan baik dengan Raja Syahbokar. Kerajaan Padang selanjutnya dipimpin turunan Puang Jaenap, yaitu Marah Hakum yang dibantu pula oleh para pembesar semasa Raja Pangeran , sebut saja Orang Kaya Bakir yang sebelumnya memegang jabatan Bendahara. Raya memberi gelar Raja Goraha bagi Marah Hakum, karena ia bukan asli Partuanon Simalungun, karena ayahnya adalah berasal dari Barus. 

Di zaman Raja Goraha 1823 – 1870 (orang Tebing Tinggi menyebutnya Raja Geraha) ini, Raja mengangkat ‘Orang-Orang Besar’ yang dianggapnya berjasa di Kerajaan Padang – Tebing Tinggi, untuk membantu kepemerintahannya, Misalnya, Tuan Rambutan, Syahimbang Saragih (Selanjutnya digelari Orang Kaya Syahimbang), Jaamta Malayu Saragih (selanjutnya digelari Tengku Jaamta Malayu – Penasihat Raja), Datuk Alang dan lainnya. Pemerintahan selanjutnya dipimpin Raja-Raja: Mahraja Muda Mohammad Nurdin (1870-1914), Raja Alamsyah (1928-1931), Raja Ismail (1931-1933), Raja Hassim (1933-1946). Meski Deli pernah berekspansi dalam pemerintahan langsung dengan mengirim wakilnya, yaitu Tengku Sulaiman (1885-1888) dan Tengku Djalaluddin (1914-1928), masa itu Raja-Raja Padang di Bulian Tebing Tinggi diturunkan kedudukannya oleh Deli dengan sebutan Wazir. 

 

Pariwisata


Tempat wisata di Kota Tebing Tinggi belum banyak tergali. Sebagai wilayah bekas Kerajaan Melayu Padang, hingga kini masih berdiri bangunan bekas Istana Kerajaan Padang di Jl. KF Tandean, Bulian. Istana ini masih bertahan walau bukan bahagian utuh lagi. Lokasi Istana yang menuju Pantai Keladi ini, sekarang diurus oleh waris kerajaan dari turunan Tengku Irwan Hasyim(Tengku Irwan Hasyim adalah Putra dari Tengku Hasyim, beristrikan Tengku Ina Nazli, walau beliau juga pernah beristrikan seorang Swedia). Di sisi kiri Istana terdapat Kompleks Pusara Bangsawan Padang.

Masih terdapat beberapa rumah melayu lama di beberapa tempat di Kota Tebing Tinggi, seperti di daerah Bulian Ujung; sebuah Rumah berornamen melayu bekas kediaman Tengku Tokoh.
Di Jl. Syech Baringin, terdapat Makam Tuan Syech Baringin, seorang Sufi yang disegani di wilayah ini pada masanya. Di kompleks makam Sang Sufi masih berdiri Bekas rumah kediamannya yang mirip Rumah Gadang Sumatera Barat. Sayang, Kondisinya sangat memprihatinkan.

Di Tebing Tinggi ada beberapa sungai yang berpantai pasir. Walau tanpa pengembangan lokasi-lokasi ini sering dijadikan tempat wisata lokal bagi masyarakat tempatan.
Di wilayah Sungai Sigiling dan Batu Ampat, ada terdapat kolam pemancingan dan kolam rekreasi yang dikelola atas swadaya masyarakat sendiri
.
Di kawasan Kota Bayu, lebih kurang 4 kilometer dari pusat Kota Tebing Tinggi, sejak April 2012 terdapat kolam renang Bayu Lagoon. Menyediakan fasilitas tiga kolam renang dimana salah satu kolam untuk anak-anak dilengkapi dengan papan seluncur. Tempat rekreasi ini juga dilengkapi musholla, lahan parkir, ATM, dan rumah makan.

Pada Sabtu malam dan Rabu malam, pemuda pemudi banyak juga menghabiskan paruh malam di sekitar Lapangan Merdeka Jl. Sutomo yang dikenal dengan Lapangan Sri Mersing.
  
Ada sebuah keunikan pada malam-malam Hari Raya, Budaya berkeliling kota dengan beca bisa kita saksikan sebagai sebuah wisata muatan lokal. Sebuah beca bisa berisi 8 hingga 10 penumpang. Hutan beca sepanjang malam hari raya mempunyai kekhasan tersendiri. Antara penumpang beca satu dengan penumpang beca yang lain dibenarkan saling berlempar-lemparan air atau menembak dengan pistol air; tidak ada kemarahan. Entah kapan budaya ini bermulai, tetapi kebiasaan ini berlangsung setiap tahunnya.


 

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar